RUU PPDT Disetujui Diajukan Ke Paripurna
Seluruh fraksi DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang Tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT) diajukan pada Sidang Paripurna DPR RI menjadi usul inisiatif DPR.
Hal ini disampaikan masing-masing juru bicara fraksi saat menyampaikan Pendapat Mini Fraksi pada Rapat Pleno Baleg, Rabu (30/11) di gedung DPR.
Ketua Panja RUU PPDT Sunardi Ayub mengatakan, dalam rapat Panja terjadi diskusi dan perdebatan yang cukup mendasar terhadap substansi dari RUU ini. Beberapa substansi yang membutuhkan pembahasan mendalam antara lain mengenai pengertian daerah tertinggal., kriteria dan penentuan daerah tertinggal, perencanaan percepatan pembangunan daerah tertinggal, pelaksanaan percepatan pembangunan daerah tertinggal, pengawasan dan evaluasi serta pembiayaan.
Dalam Pendapat Mini Fraksi, Juru bicara Fraksi Partai Demokrat Himmatul Aliyah Setiawaty mengatakan, secara substantif RUU ini harus secara jelas memuat definisi tentang makna daerah tertinggal atau yang termasuk kategori daerah tertinggal. UU ini juga harus memuat makna kata percepatan yang dimaksud secara jelas.
Secara substantif juga, percepatan pembangunan daerah tertinggal harus direncanakan, tersistem dan terstruktur dengan baik, dilaksanakan dengan baik serta dilakukan pengawasan secara komprehensif, serta dilakukan evaluasi secara menyeluruh, sehingga percepatan pembangunan daerah tertinggal akan tepat pada sasaran dan tujuan yang diharapkan.
Juru Bicara Fraksi Partai Golkar Muhammad Oheo Sinapoy mengatakan, Pemerintah seyogyanya menyusun perencanaan pembangunan daerah tertinggal secara terpadu dengan memperhatikan aspek pembangunan di bidang perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, kemampuan keuangan daerah, aksesibilitas dan karakteristik daerah. Dengan memperhatikan aspek-aspek tersebut diharapkan percepatan pembangunan daerah tertinggal dapat memenuhi harapan masyarakat.
F-PG juga berpendapat, agar pelaksanaan percepatan pembangunan daerah tertinggal dapat diketahui progress report-nya, maka perlu dievaluasi secara berkala dan dilaporkan kepada DPR RI. Dengan demikian, maka akan diketahui sejauh mana perkembangannya dan apa kendala-kendalanya sehingga dapat dicarikan solusi terbaiknya.
Sementara Fraksi PDI Perjuangan melalui juru bicara Irvansyah mengatakan, fraksinya memberikan beberapa catatan diantaranya pengertian serta kriteria daerah tertinggal mesti dipertegas lagi agar lebih terukur sehingga tidak menimbulkan abuse of power dalam proses penetapan daerah tertinggal yang tentunya dapat merugikan daerah yang memang benar-benar masuk dalam kategori tertinggal.
Oleh karena itu, daerah tertinggal harus mampu menjamin transparansi dan akuntabilitas mulai dari penetapan hingga pelaksanaan pembangunannya.
Pembiayaan pembangunan daerah tertinggal, menurut F-PDI Perjuangan hendaknya disesuaikan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan sepenuhnya menjadi tanggungjawab negara.
Oleh karena itu, perlu dikaji lebih lanjut tentang pembiayaan yang bersumber dari peran serta masyarakat apakah dimungkinkan dalam ketentuan perundang-undangan serta apakah tidak justru dapat membuka ruang-ruang gelap baru pembiayaan pembangunan.
Juru bicara Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, H. Mardani memberikan beberapa catatan diantaranya perlunya diatur adanya kebijakan pembangunan daerah tertinggal yang mengedepankan pendekatan kewilayahan yang bersifat lintas pelaku dan sektor pembangunan, serta perbaikan hubungan kelembagaan antar instansi pemerintah secara vertikal maupun horizontal.
F-PKS juga mendukung diaturnya dalam RUU ini tentang kriteria dan penentuan daerah tertinggal secara nasional sehingga dapat mencerminkan tingkat kebutuhan suatu daerah terhadap sarana prasarana tertentu, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 12 ayat 1.
Achmad Rubaie juru bicara Fraksi PAN mengatakan, RUU PPDT membutuhkan komitmen yang kuat dari seluruh stake-holder terkait, baik pemerintah pusat/kementerian, pemerintah daerah, dunia usaha, perbankan dan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan merupakan salah satu kunci agar percepatan pembangunan daerah tertinggal berjalan dengan baik.
Sementara juru bicara F-PKB Otong Abdurrahman mengatakan, farksinya memberikan beberapa catatan, salah satunya adalah pendekatan kewilayahan atau kawasan harus betul-betul tercermin dalam UU ini, mulai dari naskah akademik, konsideran hingga batang tubuh dan pasal penjelasannya.
RUU ini, kata Otong, harus mampu mendorong pola kerjasama antar daerah yang bersinergi di satu kawasan tertentu sehingga dapat mengatasi bukan hanya ego sektoral melainkan juga ego kedaerahan.
Ada beberapa hal yang menurut Fraksi Partai Gerindra menjadi perhatian serius, salah satunya yaitu penghitungan pembobotan untuk menetapkan suatu daerah termasuk sebagai daerah tertinggal atau tidak harus dilakukan dengan hati-hati karena setiap daerah berbeda-beda tingkat kehidupannya.
Fraksinya, kata Rindoko Dahono Wingit jubir F-Gerindra mengharapkan adanya kriteria dan pengkategorian yang ada tidak membuat suatu kesenjangan dari tiap daerah.
Sunardi Ayub dalam menyampaikan pendapat mini Fraksi Partai Hanura menyampaikan, dari lima catatan yang disampaikan salah satunya menitikberatkan pada kebijakan fiskal bagi daerah-daerah tertinggal dalam konteks ini, perlu melakukan usaha-usaha untuk mewujudkan kebijakan diantaranya melalui Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Dalam kaitan dengan DAK pemerintah perlu memprioritaskan seluruh daerah tertinggal untuk mendapatkan alokasi DAK,” katanya. (tt)foto:ry/parle